BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 13 Juni 2011

CA SERVIKS




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Batasan Penyakit
1. Pengertian dan Klasifikasi Kanker Serviks
Kanker leher rahim adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker leher rahim merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.
Penyebab utama kanker serviks uteri adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Sasarannya adalah alat kelamin dan digolongkan dalam dua jenis yaitu tipe HPV penyebab kanker dan HPV berisiko rendah. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki kemungkinan terkena kanker leher rahim sebesar 5% (1).
Kanker serviks, karsinoma serviks uterus, atau kanker laher rahim adalah penyakit tumor ganas pada mulut rahim yang diakibatkan oleh pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan dapat menyebabkan kematian. Klasifikasi terbaru untuk kanker serviks menggunakan nama Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Klasifikasinya dimulai dari NIS 1 (displasia ringan), NIS 2 (displasia sedang), NIS 3 (displasia berat), dan akhirnya karsinoma in-situ (KIS), baru kelainan tersebut berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat NIS dan karsinoma in-situ disebut kelainan pra-kanker. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma in situ bekisar 1-7 tahun, sedangkan dari karsinoma in situ menjadi kelainan invasif berkisar 3-20 tahun.

2. Pengertian dan Klasifikasi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker yang bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Ini adalah jenis kanker paling umum yang diderita oleh kaum wanita. Kanker payudara merupakan jenis kanker nomor dua terbanyak pada wanita Indonesia. Kaum pria juga dapat terserang kanker payudara, walaupun kemungkinannya lebih kecil dari 1 di antara 1000. Selain itu, kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh WHO dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD).

3. Tanda dan Gejala Kanker Serviks
1. Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
2. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan hubungan seksual.
3. Sakit waktu hubungan seks.
4. Berat badan yang terus menurun.
5. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
6. Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul
7. Terjadi perdarahan pervagina meskipun telah memasuki masa menoupose.
8. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Apabila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, nyeri dapat timbul di tempat-tempat lain.
4. Tanda dan Gejala Kanker Payudara
Gejala awal berupa sebuah benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan nyeri dan biasanya memiliki pinggiran yang tidak teratur. Pada stadium awal, jika didorong oleh jari tangan, benjolan bisa digerakkan dengan mudah di bawah kulit. Pada stadium lanjut, benjolan biasanya melekat pada dinding dada atau kulit di sekitarnya. Pada kanker stadium lanjut, bisa terbentuk benjolan yang membengkak atau borok di kulit payudara. Kadang kulit diatas benjolan mengkerut dan tampak seperti kulit jeruk. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah benjolan atau massa di ketiak, perubahan ukuran atau bentuk payudara, keluar cairan yang abnormal dari puting susu (biasanya berdarah atau berwarna kuning sampai hijau, mungkin juga bernanah), perubahan pada warna atau tekstur kulit pada payudara, puting susu maupun areola (daerah berwana coklat tua di sekeliling puting susu), payudara tampak kemerahan, kulit di sekitar puting susu bersisik, puting susu tertarik ke dalam atau terasa gatal, nyeri payudara atau pembengkakan salah satu payudara. Pada stadium lanjut bisa timbul nyeri tulang, penurunan berat badan, pembengkakan lengan atau ulserasi kulit.

5. Distribusi dan Frekuensi Kanker Serviks dan Payudara
Kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang melanda negara-negara di dunia. Jumlah penderita kanker serviks menduduki urutan pertama pada wanita di negara-negara berkembang. Angka kejadian kasus baru di negara-negara berkembang diperkirakan tiga kali lipat kejadian di negara maju. Menurut World Health Organization (WHO) yang mengutip studi yang dilakukan Yarkin, setiap tahun diperkirakan terdapat 460.000 kasus baru di seluruh dunia dan sekitar 75% berada di negara berkembang. Berbeda dengan negara-negara maju, dimana angka kejadian maupun angka kematian kanker serviks sudah menurun berkat program skrining kanker serviks.
Penyebab utama tingginya angka kejadian kanker serviks di negara-negara berkembang adalah karena tidak adanya program skrining yang efektif yang ditujukan untuk mendeteksi dan menatalaksana secara dini kanker serviks, yaitu pada fase lesi pra-kanker. Apabila dibandingkan dengan perempuan di negara-negara maju, sangat sedikit jumlah perempuan di negara berkembang yang mempunyai akses pada pelayanan deteksi dini kanker serviks.
Kanker serviks sampai saat ini masih menduduki urutan pertama dari seluruh penyakit keganasan yang ada di Indonesia. Sebagian besar dari penderita kenker serviks yang datang ke fasilitas kesehatan sudah berada dalam keadaan stadium lanjut dan dalam pengobatannya memerlukan biaya yang mahal.
Setiap tahun di Indonesia terdapat sekitar 200.000 penderita kanker dimana 20% diantaranya adalah kanker serviks (40.000 kasus). Lebih dari 70% penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang memerlukan biaya pengobatan yang cukup mahal. Selain mahal, pengobatan terhadap kanker serviks stadium lanjut memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah.
Kurang lebih 500.000 kasus baru karsinoma serviks terjadi tiap tahun dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Data Registrasi Kanker Tahun 1996 menyatakan bahwa kanker serviks merupakan kanker tersering pada wanita di Indonesia yaitu sebesar 4.290 kasus dan 1.326 kasus di antaranya didapatkan di Surabaya.

Profil kesehatan 2010 menyebutkan bahwa indikator penyakit kanker leher rahim adalah 19,70% per 10.000 penduduk. Berdasarkan laporan program yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Semarang pada tahun 2005, kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 2.020 kasus, 55% di antaranya adalah kanker leher rahim dan 90% diantaranya bukan kanker leher rahim.



B. Faktor Risiko
1) Faktor risiko kanker serviks adalah sebagai berikut:
a. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
Lebih dari 90% kasus kondiloma serviks, semua NIS, dan kanker serviks mengandung DNA virus HPV, dari 70 tipe HPV yang diketahui saat ini, ada 16 tipe HPV yang erat kaitannya dengan kejadian kanker serviks. Virus ini ditularkan melalui hubungan seksual. Wanita yang berisiko terkena penyakit akibat hubungan seksual juga berisiko terinfeksi virus ini sehingga mempunyai risiko terkena kanker serviks.
b. Perilaku seksual
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya HPV. Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak dan tidak terkendali sehingga menjadi kanker. Berdasarkan penelitian, risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila behubungan dengan 6 atau lebih mitra seks, atau bila hubungan seks pertama di bawah umur 15 tahun. Risiko juga meningkat bila berhubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi (laki-laki yang berhubungan seks dengan banyak wanita), atau laki-laki yang mengidap penyakit “jengger ayam” (kondiloma akuminatum) di zakarnya (penis).
c. Merokok
Wanita perokok mempunyai risiko 2 kali lipat terhadap kanker serviks dibandingkan dengan wanita bukan perokok.
d. Trauma kronis pada serviks
Trauma ini terjadi karena persalinan yang berulang kali (banyak anak), adanya infeksi, dan iritasi menahun.
e. Kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan.
f. Defisiensi zat gizi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya NIS 1 dan NIS 2, serta mungkin juga meningkatkan risiko terkena kanker serviks pada wanita yang rendah konsumsi beta karoten dan vitamin (A,C, dan E)
g. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
h. Usia pertama kali menikah
Menikah pada usia 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan apabila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar, termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Sel-sel mukosa dapat berubah sifat menjadi kanker, karena masih rentan. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi., Sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, dengan adanya rangsangan, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya apabila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
i. Penggunaan antiseptik
Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
j. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.
k. Paritas (jumlah kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Data dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Seorang ibu yang sering melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya HPV sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.

2) Faktor risiko kanker serviks adalah sebagai berikut :
a. Riwayat keluarga
Beberapa riwayat keluarga yang dianjurkan untuk pemeriksaan deteksi dini yaitu ibu atau saudara perempuan terkena kanker payudara, atau kanker ovarium, endometrium, kolorektal, prostat, tumor otak, leukimia, dan sarkoma.
b. Faktor hormon
Faktor hormon merupakan faktor yang banyak berpengaruh pada timbulnya kanker payudara, seperti mendapat haid pertama (menarke) sebelim umur 10 tahun, mati haid (menopause) setelah umur 55 tahun, tidak menikah atau pertama setelah umur 35 tahun, dan tidak pernah menyusui anak.
c. Faktor umur
Wanita berusia di atas 30 tahun mempunyai kemungkinan lebih besar mendapat kanker payudara dan kemungkinan tersebut terus bertanbah sampai setelah menopause.
d. Pernah mengalami infeksi, trauma/benturan, operasi payudara akibat tumor jinak (kelainan fibrokistik dan fibroadenoma), atau tumor ganas payudara kontralateral.
e. Pernah menggunakan obat hormonal yang lama, seperti terapi sulih hormon atau hormonal replacement (HRT), dan pengobatan kemandulan (infertilitas).
f. Pemakai kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik.
g. Pernah mendapat radiasi sebelumnya pada payudara atau dinding dada, misalnya untuk pengobatan keloid.
h. Peningkatan berat badan yang signifikan pada usia dewasa.

C. Pencegahan Penyakit
1) Pencegahan penyakit kanker serviks dapat berupa pemeriksaan kanker serviks uteri yang dapat dilakukan dengan (3, 4):
a) IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam Asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks uteri atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks uteri. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.
b) Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks uteri atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks uteri. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut:
1. Normal.
2. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
3. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
4. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks uteri paling luar).
5. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks uteri yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).
c) Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks uteri atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks uteri atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.
d) Kolposkopi
Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks uteri atau leher rahim. Jika ada yang tidak normal, biopsi — pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh dilakukan dan pengobatan untuk kanker serviks uteri segera dimulai.
e) Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks uteri, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
f) Tes Schiller
Serviks uteri diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
g) Servikograsi
Servikografi yaitu membuat foto perbesaran serviks uteri dengan menggunakan kamera khusus setelah di pulas dengan asam asetat 3%.
h) Operator Prewitt
Operator Prewit adalah program yang dilakukan untuk mendeteksi kanker dengan pemeriksaan tepi kanker organ reproduksi wanita. Ada beberapa langkah program yang dilakukan yaitu mengambil citra asli, lalu citra asli dipotong (cropping), citra yang sudah dipotong diubah ke citra keabuan (grayscale), citra keabuan diubah menjadi citra biner (thresholding), citra biner kemudian diolah dengan deteksi tepi menggunakan operator Prewitt, dari deteksi tepi kemudian diubah ukuran citranya (resizing) sehingga dapat ditentukan tepi kanker organ reproduksi wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mendeteksi tepi kanker organ reproduksi wanita menggunakan operator Prewitt dapat mendeteksi tepi citra kanker organ reproduksi wanita lebih tebal atau lebih bagus, sehingga mempermudah dalam mendeteksi kanker. Dari hasil pengujian program dengan menggunakan 24 sampel citra organ reproduksi wanita didapat persentase kebenarannya adalah 85 % sehingga aplikasi ini layak digunakan.
Sitoskopi, Rontgen dada, urografi, intravena, sigmoldos kopi, scanning tulang dan hati, barium enema.
2) Kanker payudara dapat dicegah dengan beberapa tindakan seperti berikut:
a) Penggunaan obat-obat hormonal harus dengan sepengetahuan dokter.
b) Wanita dengan riwayat keluarga menderita kanker payudra atau yang berhubungan, jangan menggunakan lat kontrasepsi yang mengandung hormon, seperti pil, suntikan, dan susuk KB.
c) Lakukan pemeriksaan SADARI setiap bulan. Bagi wanita berisiko tinggi, lakukan juga pemeriksaan mammografi secara berkala, terutama pada usia di atas 49 tahun.
d) Memberikan ait susu ibu (ASI) pada anak selama mungkin dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara. Hal ini disebabkan selama proses menyusui, tumbuh akan memproduksi hormon esterogen. Hormon esterogen dianggap berperan penting dalam perkembangan sel kanker payudara.
e) Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi buah dan sayuran segar. Kedelai beserta produk olahannya, seperti susu kedelai, tahu, tempe, mengandung fitoestrogen bernama genistein yang dapat menurunkan kejadian kanker.
f) Hindari makanan berkadar lemak tinggi. Dari hasil penelitian, konsumsi makanan berkadar lemak tinggi berkolerasi dengan peningkatan kanker payudara.(7)

D. Penanggulangan
Upaya penanggulangan kanker serviks dapat berupa pengobatan yaitu, antara lain:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
3. Kemoterapi
Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka dianjurkan menjalani kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi pada kutil anogenital meliputi podofilotoksin, imiquimod, asam trikloroasetat, fluorourasil dan interferon. Interferon disarankan tidak digunakan untuk jangka lama.
4. Terapi biologis
Terapi biologis berguna untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis tersebut dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.
5. Terapi gen
Terapi gen dilakukan dengan beberapa cara :
a. Mengganti gen yang rusak atau hilang.
b. Menghentikan kerja gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan sel kanker.
c. Menambahkan gen yang membuat sel kanker lebih mudah dideteksi dan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, kemoterapi, maupun radioterapi.
d. Menghentikan kerja gen yang memicu pembuatan pembuluh darah baru di jaringan kanker sehingga sel-sel kankernya mati.
Pada stadium awal tindakan operasi merupakan pilihan pertama. Pilihan pengobatan yang lain berupa terapi penyinaran, terapi biologis dan kemoterapi, yang dilakukan pada kasus-kasus yang sudah lanjut. Pada beberapa kasus mungkin juga dilakukan histerektomi, yaitu suatu prosedur untuk mengangkat rahim secara total (1).
Upaya penanggulangan kanker serviks dapat berupa pengobatan. Pengobatan dilakukan tergantung stadiumnya, bisa dengan operasi, kemoterapi (sitostatika), radioterapi (penyinaran), maupun hormonal. Cara baru penanganan kanker payudara stadium dini (stadium I dan II) yaitu dengan breast conserving treatment (BCT). Operasi hanya mengangkat tumor dengan menyertakan margin 1-2 cm dari jaringan normal sekitarnya. Lalu, dilakukan pemeriksaan tumornya secara histopatologik. Operasi pengangkatan kanker payudara stadium dini dengan atau tanpa penyebaran ke kelenjar getah bening ketiak (aksila) dapat dilakukan dengan metode BCT. Setelah operasi, dibutuhkan radioterapi selama 5-6 minggu untuk membunuh sel kanker yang tersisa ataupun sel kanker yang ada di kelenjar getah bening. Setelah tindakan BCT, pasien harus sipa menerima risiko terjadinya kekambuhan pada jaringan payudara karena angka rekurensinya sebesar 10-12 %.